GARUT, STATUSJABAR.COM – Detasemen Khusus (Densus) 88 bersama Polres Garut, Kementrian Agama, dan Majelis Ulama (Mui) Kabupaten Garut melakukan Konsolidasi dan Pembinaan di Kecamatan Cigedug, GOR Desa Cigedug Kecamatan Cigedug, Senin (14/2/2022).
Konsolidasi dan pembinaan itu dilakukan untuk mencegah Paham Intoleransi dan Radikalisme.
Kegiatan bertema Penguatan Sinergitas antara Bhabinkamtibmas, Penyuluh Agama, MUI, Ormas Islam, dan Pimpinan Ponpes dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Paham Intoleransi dan Radikalisme itu, sekaligus pembentukan Forum Sinergitas di Kecamatan Cigedug sebagai wadah masyarakat untuk berbagi informasi.
Kegiatan Konsolidasi dan Pembinaan ini, diisi oleh narasumber dari Densus 88, Kemenag Kabupaten Garut melalui Kasi Bimas Islam, dan Ketua umum MUI Kabupaten Garut KH. Sirojul Munir, serta dihadiri oleh Sat Binmas Polres Garut, Unsur Forkopimcam, Bhabinkamtibmas, Babinsa, Penyuluh Agama, Pengurus MUI, Ormas Islam, Tokoh Masyarakat, dan Pimpinan Pondok Pesantren yang ada di Kecamatan Cigedug.
Forum Sinergitas Kecamatan Cigedug dibentuk, sebagai upaya untuk membentengi masyarakat yang ada di Kecamatan Cigedug akan adanya paham Intoleran dan Radikalis.
Tim Densus 88 Gusti Rahmadi mengatakan, kegiatan penguatan ini, untuk memberikan pembekalan Wawasan Kebangsaan, Ideologi Negara, Moderasi Beragama, dan Islam Washatiyah sebagai penguat sinergitas antara Bhabinkamtibmas, Penyuluh Agama, Ormas Islam dan Pimpinan Pondok Pesantren dalam rangka upaya meningkatkan ketangguhan ideologi dari suatu wilayah yang berbasis pada kekuatan lokal yang saling menguatkan.
“Berdasarkan survei Grafik frekuensi postingan tertinggi sepanjang 2021 ini, kata dia, terjadi pada kelompok Moderat, yaitu sebesar 39.8 persen, Kedua kelompok Intoleran sebesar 32.93 persen, kelompok Radikal 27.25 persen. kelompok intoleran dan radikalisme sangat kecil dibandingkan dengan kelompok moderat, tetapi kegaduhan di media sosial sangat luar biasa,”katanya.
Oleh karena itu, Pihaknya mengajak berperan serta menyebarkan informasi yang baik dan benar sesuai dengan fakta bukan hoaks (informasi bohong).
“Kita harus bisa menciptakan Ketangguhan dari lingkungan terkecil (RT/RW/Kampung/ Desa) Sebagai upaya Deteksi Dini untuk menanggulangi penyebaran intoleransi dan radikalisme,”ujarnya.
Ia menerangkan, upaya yang harus dilakukan untuk menciptakan ketangguhan ideologi yakni, melakukan sosialisasi empat pilar negara kepada seluruh komponen masyarakat, yaitu Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika.
Kemudian, memberikan pemahaman agama yang utuh dan komprehensif kepada masyarakat terutama berkaitan dengan ayat-ayat jihad.
Selain itu juga membendung upaya propaganda paham radikal yang dilakukan melalui media sosial. dengan membatasi ruang gerak kelompok radikal yang akan mengajarkan doktrin-doktrin keagamaan yang radikal dan membatasi ruang gerak mereka untuk melakukan ekspansi ke berbagai wilayah atau negara. Serta melakukan kampanye tentang wawasan kebangsaan dalam membimbing masyarakat Indonesia melalui perjalanan sejarah, sehingga terwujud dalam tatanan sosial-politik yang modern dan demokratis sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca juga IPI Garut Ikuti Program Kampus Mengajar dan Pertukaran Mahasiswa Merdeka Kemdikbud
“Kami berharap, tidak sampai ada perpecahan dikarenakan ada keinginan sebagian kelompok saja. Apalagi sampai makar terhadap Negara dengan ingin mengubah sistem pemerintahan dengan menggunakan jalur agama untuk kepentingan politiknya,”harapnya
Kepala seksi Bimbingan Masyarakat Islam (Kasi Bimas Islam) Kemenag Kabupaten Garut Drs. H. Endang Sutiana menyampaikan, Ada 33 Pesantren di Cigedug dan seluruhnya telah memiliki izin operasional serta telah membuat membuat pakta integritas di atas materai antara lain, akan setia terhadap NKRI dan mengisi kemerdekaan dengan bentuk menjaga tradisi.
“Ketika hal tersebut dilanggar konsekuensinya izinnya akan dicabut,”katanya.
Ketua MUI Kabupaten Garut KH Sirojul Munir menuturkan, keterkaitan antara agama Islam dengan Negara tidak ada garis batas, Hal ini karena, agama Islam merupakan agama paripurna (the last and the perfect religion).
Ia menyebut, Agama islam memerlukan Negara dan Negara memerlukan Agama Islam. Maka upaya memisahkan antara agama Islam dengan negara merupakan pengingkaran terhadap ajaran agama Islam.
“Hubungan agama dengan negara di dalam pemahaman ajaran agama Islam, setidaknya ada tiga kelompok umat islam yang berbeda pendapat yaitu ekstrim kanan, wasathiyyah/tengah, ekstrim kiri,”tuturnya.